Resep Hidup dari Warisan Ayah

Anggap saja ini sebuah takdir alam atau kebetulan semata, tetapi tahun kelahiran Mella Halim bertepatan dengan tahun ketika ayahnya mendirikan Bakmie Aloi, yang membuat keterlibatannya dalam bisnis keluarga ini seakan-akan menjadi sebuah keniscayaan yang tidak dapat dihindari. Seakan-akan dia dan bakmi memang sudah ditakdirkan untuk selalu tumbuh bersama.

Kini, lokasi Bakmie Aloi di Kelapa Gading telah jauh berbeda dengan gerobak yang pernah didorong sang ayah pada akhir 1970-an. Ruangannya meliputi dapur bergaya semi-outdoor tempat bakmi diracik sesuai dengan pesanan, dua lantai ruang makan, serta tempat produksi bakmi yang terbentang di lantai atas dan atap.

Sama seperti Ci Mella, Bakmie Aloi juga lahir di Palembang. Ayahnya, Rasyid Halim, yang kerap disapa Aloi oleh teman-temannya julukan yang kelak menjadi nama kerajaan bakminya memulai dengan mendorong gerobak yang menjual bakmi rumahan khas Palembang. "Papa cerita, kalau dia lagi taruh gerobak di pinggir jalan itu suka hilang," Ci Mella bercerita, menekankan pada awal mula bisnisnya yang terkadang sulit.

Namun, Oom Aloi sangat gigih sifat yang Ci Mella kagumi hingga saat ini. Meskipun sempat mengalami rintangan, ia tetap maju, dan pada 1982, bisnisnya mengalami perkembangan yang cukup pesat hingga bisa pindah ke sebuah ruko di pusat Kota Palembang. “Papa itu jam dua pagi udah bangun,” ujar Ci Mella.

Namun, Bakmie Aloi bukan hasil perjuangan maupun usaha seorang diri. Bakat ibu Ci Mella sebagai koki rumahan dari Bangka menjadi sama pentingnya dengan peran suaminya. “Semua resep itu dari papa-mama saya,” ujar Ci Mella. “Papa yang bikin bakmi, tapi mama yang masak dagingnya."

Menu andalan Mi Komplit, yang menjadi ciri khasnya, bertabur daging ayam dan babi cincang, babi panggang, serta jamur. Mi yang kenyal disajikan di atas piring, bukan di dalam mangkuk, yang merupakan ciri khas mi Palembang.

“Dulu papa yang bikin mi-nya,” ucap Ci Mella. “Masih tradisional, masih pakai bambu.”

Teknik jadul ini bukan tipuan belaka.

Dikenal dalam masakan Kanton sebagai jook-sing atau mi bambu, metode ini berasal dari Guangzhou pada abad ke-19. Adonan diuleni menggunakan galah bambu tebal, sementara sang pembuat mi melompat-lompat di atas galah bambu tersebut layaknya gergaji mesin untuk meratakannya. Gerakan ini membantu pengembangan gluten, yang memberikan kekenyalan khas pada mi. “Saya pernah coba sih,” Ci Mella tertawa. “Aduh, sakit pantat.” Teknik padat karya ini mungkin tampak berlebihan di era serba mesin, tetapi justru mencerminkan keterampilan yang membangun Bakmie Aloi dari awal.



Sebagai anak sulung dari lima bersaudara, Ci Mella selalu merasa memiliki tanggung jawab. Perasaan itu makin kuat pada tahun 2000, ketika ayahnya memercayainya, yang saat itu ia masih berusia 23 tahun, untuk membuka Bakmie Aloi pertamanya di luar Palembang. Pada saat itu, ia juga baru saja pulang dari tempatnya bekerja di Australia. “Saya jadi kepikiran, kenapa saya enggak terusin usaha Papa saya,” ucapnya. Dia telah menghabiskan waktu enam bulan belajar di Palembang sebelum pindah ke Jakarta Utara.

Jalan Kelapa Kopyor di Kelapa Gading pada saat itu belum menjadi tujuan wisata kuliner mi seperti saat ini. Mendirikan usaha di lingkungan yang sepi memang berisiko, tetapi ia melihat peluang dan menghabiskan waktu selama dua minggu untuk berbagi semangkuk mi gratis kepada warga setempat. Itu adalah langkah yang berisiko, tetapi terbayarkan.

Pelan tapi pasti, keriuhan mulai terasa. Para pelanggan berdatangan, tergiur oleh mi buatan rumah yang kenyal serta babi panggang bercita rasa manis dan gurih.

Ci Mella menerapkan bakat bawaan sang ayah dalam urusan membangun hubungan dengan pelanggan dan merangkul filosofi yang telah membimbingnya. "Kita juga harus turun untuk ajak ngomong customer," dia menjelaskan. Dia juga belajar untuk berinteraksi secara terbuka dengan para pelanggan, menerima masukan dari mereka. Menurut dia, setiap keluhan merupakan suatu peluang untuk melakukan peningkatan. "Kadang-kadang komplainnya itu buat demi kebaikan kita," tambahnya.

Kesuksesan cabang di Kelapa Gading menjadikannya sebagai contoh penting bagi keempat adiknya. Diinspirasi oleh tekad dan kesuksesannya, tiap adiknya kini telah memegang peran penting dalam bisnis keluarga Bakmie Aloi, mengelola sejumlah restoran di berbagai wilayah di Jakarta. Salah satu saudaranya bahkan merambah ke kota-kota lain di Pulau Jawa, seperti Bandung, Semarang, dan Surabaya. Meskipun awalnya bisnis ini bermula di Palembang, berkat kepemimpinan Ci Mella, Bakmie Aloi menjadi terkenal.

Melalui semua itu, Ci Mella amat bersyukur atas contoh teladan yang tak tergoyahkan dari sang ayah. "Papa sekarang di umur 71 aja masih kerja. Masa, kita kalah? Kita yang muda-muda gak boleh kalah, dong. Harus semangat," ucapnya, menyatakan bahwa para pengunjung yang datang ke lokasi ruko asli di Palembang masih dapat menjumpai dia di sana sembari mengulurkan mi dan mengobrol dengan para pelanggan.

"Selama kamu punya mimpi, pasti kamu punya keinginan. Dan di mana kamu ada keinginan, pasti ada jalan." Bagi Ci Mella, pemikiran inilah yang bakal terus menuntun warisan Bakmie Aloi untuk generasi yang akan datang. Sudah empat puluh tujuh tahun sejak Oom Aloi memulai perjalanannya di jalanan Kota Palembang, dan siapa yang tahu ke mana warisan ini akan melangkah dalam empat puluh tujuh tahun berikutnya?

Discover Other Stories