Chef Seafood Andalan Presiden

Saat seluruh Jakarta terlihat berwarna biru seperti tenda biru, tenda-tenda terpal berwarna biru yang bermunculan di sepanjang jalan pada akhir 1990an Pak Ikhsan justru memilih warna merah. Dia memilih tenda merah untuk usaha hidangan lautnya sebagai cipratan warna yang berani di tengah lautan warna yang seragam. Perlawanan awal inilah yang membuka jalan bagi petualangan kuliner yang tidak biasa, sama seperti keputusan warna tendanya.

Pak Ikhsan berasal dari Lamongan, Jawa Timur, daerah yang terkenal dengan Soto Lamongan. Ia mengakui bahwa dulu dia sama sekali tidak paham soal hidangan laut. "Dulu saya enggak ngerti soal seafood," dia mengenang. Berasal dari latar belakang yang sederhana, yang menganggap hidangan laut sebagai barang mewah, membuat pengetahuannya akan hal itu terbatas karena tidak pernah mencobanya. Namun, setiba di Jakarta untuk bekerja, ia berkesempatan untuk menjelajahi dunia kuliner yang beragam di kota ini. Di antara para pedagang yang menjajakan soto, pecel lele, dan bebek goreng di bawah tenda biru mereka, penjual hidangan laut tampak paling menarik perhatiannya. Pak Ikhsan tertarik pada ide untuk meniru kesuksesan serupa dan ingin menjelajahi tempat yang tak pernah ia kunjungi sebelumnya.

Di situlah ia memutuskan mendirikan tenda merah untuk memasak hidangan laut dan menamainya “Wiro Sableng 212”, tokoh protagonis dari serial novel dan komik yang sangat sukses dan menyita imajinasi satu generasi sejak pertama kali terbit pada 1960an. Berkisah tentang seorang ahli bela diri yang tangguh berjuang demi kebaikan, yang terkenal dengan kapak ganda dan tato “212” yang khas. "Saya dari kecil itu suka baca komik, dan komik salah satu kesukaan saya itu kan Wiro Sableng," ucapnya, mengagumi paduan antara kepahlawanan dan eksentrisitas sang karakter.

Terjunnya Pak Ikhsan pertama kali ke dunia kuliner, yang didorong oleh ambisi dan sikap optimistis, dengan cepat menemui pengalaman yang kurang menyenangkan dengan pelanggannya. Dia dengan jelas menceritakan usaha pertamanya yang buruk dalam menyiapkan hidangan laut, yaitu ketika ia menambahkan saus tiram terlalu banyak pada resep kepiting sehingga menghasilkan hidangan yang sangat asin dan membuat pelanggannya marah. Meski awalnya kecewa, Pak Ikhsan bertekad bahwa hal tersebut merupakan rintangan yang harus dilalui untuk menjadi seorang ahli hidangan laut. Tanpa terpengaruh oleh kesalahannya, ia lantas menutup usahanya dan pergi ke toko buku. Menghabiskan waktu berjam-jam mempelajari buku-buku masak, melakukan percobaan secara cermat, sampai akhirnya berhasil menemukan racikan yang tepat. Hal itu terbukti dari banyaknya orang yang berdatangan ke restorannya yang kecil setelah kabar tentang kelezatan hidangan lautnya menyebar.

Bakat memasak yang baru ditemukan ini dengan cepat melampaui keterbatasan tenda di pinggir jalannya. Tak lama kemudian, ikan segar yang berdesis di atas batu bara panas menarik perhatian banyak orang dan membuka jalan baginya menuju tempat makan yang lebih permanen. Pak Ikhsan membuka restoran pertamanya di Jalan Boulevard Raya, yang dengan cepat menjadi andalan populer di kalangan penduduk setempat. Kepulan asap di samping pintu masuk menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengunjung yang tengah kelaparan.

Kemampuannya dalam hal yang tak terduga malah mengantarkannya ke lingkup Presiden Jokowi. Pak Ikhsan ditugaskan untuk menyajikan makanan di acara-acara penting, termasuk pertemuan delegasi pemerintah lokal dan asing. Ia mengenang pengalaman tersebut dengan penuh kebanggaan. Ia juga mengatakan bahwa presiden dan para pejabat tinggi lainnya pernah mencicipi masakannya. Dukungan dari orang nomor satu di negara ini pun mendongkrak pamornya di dunia kuliner.

Memanfaatkan ikatannya dengan Presiden, ia menciptakan hidangan khas: “Saus Jokowi,” bumbu dan saus seafood yang dibuat berdasarkan selera Presiden. Tak disangka, kabar soal rumah makan langganan Presiden Jokowi menyebar dengan cepat dan meningkatkan popularitas rumah makan ini. Lonjakan popularitas ini menuntut adanya perluasan, yang kemudian diwujudkan dalam bentuk Wiro Sableng Garden, yang terletak tepat di seberang jalan dari restoran yang semula ramai. Restoran bertingkat ini memiliki kapasitas tempat duduk hingga 200 orang, dengan desain modern dan elegan. Terlepas dari penampilannya yang modern, Wiro Sableng Garden tetap menyajikan kepiting, ikan, kerang, dan hidangan laut lainnya yang sama lezatnya dengan yang biasa dinikmati oleh para pelanggan setianya. 

Wiro Sableng Garden, yang bernuansa elegan, memberikan gambaran yang jelas tentang pandangan hidup Pak Ikhsan. "Tren itu kan sebentar. Kalo kita enggak menjiwai atau enggak inovasi, orang akan bosan dengan yang itu-itu saja," ia mengamati.

Meskipun suasana telah meningkat, inti dari bisnisnya tetap berpegang teguh pada ide yang tak lekang oleh waktu. Bagi Pak Ikhsan seorang pengusaha yang bijaksana dan mampu menangkap peluang daya tarik makanan melebihi sekadar tren sesaat dan memasuki dasar kebutuhan manusia. "Kalo mau beli baju masih bisa ditahan. Tapi kalo lapar, mana bisa ditahan," ujarnya, menekankan pada terus meningkatnya permintaan akan sajian yang memuaskan.



Dia akan terus menyajikan hidangan yang memuaskan. Tujuannya jelas: membuat Wiro Sableng identik dengan Kelapa Gading, dan Kelapa Gading dapat dengan mudah dikenal lewat cita rasa Wiro Sableng. Dengan restoran yang kini telah dikenal luas dan mendapat dukungan dari Presiden, Pak Ikhsan bukan lagi orang yang dulu pernah memasak secara asal-asalan dengan menambahkan saus tiram sebagai penyelamat rasa.


Discover Other Stories